Laman

Sabtu, 09 Oktober 2010

Penundaan Kunjungan Presiden SBY ke Belanda

Republik Maluku Selatan (RMS) kembali berulah. Kali ini atas nama pemerintahan pengasingannya di Belanda. Mereka memanfaatkan rencana kunjungan Presiden SBY dalam rangka memenuhi undangan Ratu Beatrix. Salah satu agenda yang akan dibicarakan, terkait pengakuan tertulis Kerajaan Belanda atas kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Seperti banyak diberitakan media, RMS meminta agar Presiden SBY ditangkap saat kunjungan kenegaraan tersebut. RMS menilai SBY melanggar HAM karena menangkapi dan menyiksa para pendukung RMS di Maluku.

Tuntutan penangkapan, disampaikan melalui kort geding (prosedur dipercepat) gugatan organisasi sparatis ini ke pengadilan di Den Haag. Gugatan kemudian disidangkan pada Selasa, 5 Oktober 2010, bersamaan dengan rencana jadwal kedatangan Presiden SBY di negeri tulip tersebut.

Perkembangan itulah yang membuat Presiden SBY menunda kunjungan bilateralnya, meski Pemerintah Belanda telah menyatakan menjamin keamanannya. Sehari setelah penundaan, pengadilan memutuskan menolak gugatan RMS. Hanya saja Presiden SBY tetap belum merencanakan kembali kunjungannya ke Belanda dalam waktu dekat.

Pemerintah Indonesia beralasan, akan menunggu lebih dulu hasil sidang kasus-kasus lain dari gugatan RMS di pengadilan Belanda, karena keputusan penolakan penangkapan baru salah satu saja dari poin gugatan

Selasa, 05 Oktober 2010

Mari tumbuhkan ke-indonesiaan

Sudah selayaknya, intelijen kita seperti,  BIN, BAIS dan INTELKAM dan Kementerian Dalam Negeri (KOMINDA) serta kelompok masyarakat baik tergabung dalam Ormas/LSM maupun parpol; untuk melakukan pengkajian secara serius dan segera mengambil langkah-langkah yang efektif dalam membangun identitas ke-Indonesia-an secara bermartabat dan berdasarkan pada keiklashan dan pembangunan moral serta spirit bangsa yang tanpa membedakan ras dan suku bangsa.

Bangsa Indonesia didalamnya masih menyimpan potensi besar rasisme dimana antar suku bangsa saling memiliki prasangka dan sikap diskriminasi. Orang Jawa misalnya sering dihina dengan sebutan Jawa Koek dan menjadi bahan banyolan di Jakarta, Orang Padang dilabelkan dengan sikap kikir atau disebut Padang Bengkok, orang Batak dengan kekasarannya atau disebut Batak Makan Orang, orang Betawi yang sikap kampungannya atau disebut Orang Pinggiran, orang Papua dengan kebodohan atau disebut Blaki; serta hinaan lainnya kepada suku yang ada di Indonesia. Sadarkah kita, bahwa semua sikap saling menghina tersebut secara tidak langsung telah mengoyak persaudaraan kita dalam kebangsaan Indonesia .

Benar bila dikatakan tidak ada bangsa Indonesia, yang ada hanya sekumpulan suku-suku bangsa yang secara iklash bersatu membentuk satu bangsa baru Indonesia, hampir sama dengan Amerika yang sebenarnya merupakan kumpulan bangsa imigran dari berbagai benua di dunia. Akan tetapi kenapa Amerika cuma sekali dalam sejarah melakukan perang saudara sedangkan kita berkali-kali bahkan sudah menjadi semacam tradisi selain korupsi.

Bahaya laten dari diskriminasi antar suku bangsa jauh lebih besar dari pada laten Komunis, Imperialisme ataupun Radikalisme Agama, karena taruhannya adalah pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara-negara kecil yang lemah (sudah ada bukti Timor Leste, dimana ketika pisah masih tetap tidak bisa berdiri di kakinya sendiri bahkan sampai sekarang masih tetap dijaga oleh tentara dari UN). Oleh karena itu, perlu dibangun sejak dini bagaimana sesungguhnya potret bangsa Indonesia yang ideal dan kita harapkan bersama.

Bangsa Indonesia yang beraneka suku bangsa harus dibangun atas dasar kesamaan derajat sebagai umat manusia. Kita lahir setara sebagai manusia terlepas dari latar belakang etnisitas yang melekat sebagai keturunan dari orang tua kita. Prinsip ini harus ditanamkan sejak usia dini di sekolah dasar dan diperkuat hingga dewasa melalui peraturan yang menjamin bahwa perlakuan diskriminatif melanggar hukum positif di Indonesia .

Sebagai sebuah negara demokratis, sikap anti diskriminasi adalah sejalan. Bahkan dari kacamata adat istiadat maupun agama yang dipeluk di seluruh Nusantara, penghargaan terhadap kemanusiaan yang tidak membedakan latar belakang suku juga sejalan. Lalu dimana letak kesalahan kita sebagai anak bangsa?

Terjadinya pengkotak-kotakan dalam hubungan sosial dan kuatnya penanaman rasa berbeda diantara kita telah melahirkan batasan dalam hubungan sosial yang sehat. Kita hampir selalu menyimpan prasangka terhadap sesama saudara bangsa kita. Padahal kita semua pada saat yang bersamaan mendambakan persaudaraan yang tulus dalam membangun Indonesia Raya.

Setelah kita membangun prinsip-prinsip anti diskriminasi di sekolah dasar dan lanjutan, serta menciptakan koridor hukum yang melindungi kita semua dari tindakan diskriminatif, maka diperlukan pula sebuah tata kelola sosial, ekonomi dan hukum yang menjamin bahwa praktek diskriminatif tidak akan dapat berkembang. Hal itu mencakup pendidikan publik melalui berbagai media yang dilakukan secara terus-menerus, bukankah kita memiliki Kementerian Kominfo yang seharusnya melakukan kegiatan tersebut?

Pada tingkat masyarakat, gerakan civil society yang turut memperkuat pondasi anti diskriminasi perlu didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah. Hal ini akan secara efektif menembus sekat-sekat perbedaan. Namun prosesnya tidak boleh dipaksakan melainkan berjalan secara wajar, normal dan bertahap untuk menghindari resistensi yang bersifat kekerasan atau provokasi tertentu dengan memperkuat isu perbedaan.

Keluhan di propinsi lain dalam isu diskriminasi relatif telah mulai menghilang, namun di Papua tampaknya hal ini masih cukup besar dan kita semua wajib membuka mata dan memperhatikan apa yang terjadi di Papua. Perbedaan fisik yang cukup menyolok seringkali menimbulkan "rasa" berbeda, hal inilah yang harus kita proses dalam persaudaraan sejati demi masa depan kita sebagai sebuah bangsa yang besar. Apabila "rasa" tersebut tidak dapat diatasi dengan pendidikan, dengan pembangunan komunikasi sehat, dengan proses pembauran yang wajar serta dengan sikap saling menghormati, tentunya kita akan terus terjebak dalam pe"rasa"an berbeda, membedakan dan dibedakan.

Namun proses ini tidak dapat terjadi dalam waktu semalam, karena masyarakat begitu luas dan banyak elemennya sehingga, konflik personal kadang kala dikembangkan menjadi konflik yang bersifat antar ras seperti yang terjadi baru-baru ini di Tarakan, hal inilah yang harus dihindari. Pengalaman-pengalaman personal tidak dapat menjadi justifikasi terjadinya praktek diskriminasi secara terstruktur, namun berdasarkan pengalaman personal tersebut kita dapat gunakan untuk menghindari terjadinya diskriminasi yang disengaja secara struktural.
 

Selasa, 28 September 2010

Diplomasi RI-Malaysia, Terjepit Aliansi Inggris Raya!

Malam, 1 September 2010, Presiden SBY menyampaikan pidato di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta. Pidato ini untuk menjawab perkembangan hubungan Indonesia-Malaysia yang kembali memanas, setelah insiden di seputar perairan Pulau Bintan, Selat Malaka, 13 Agustus lalu.

Situasi menjelang pidato terkesan cukup dramatis. Terlebih tatkala SBY tampil di Mabes TNI dengan baju batik warna merah, simbol keberanian dan bahkan mungkin kemarahan.

Banyak kalangan berharap, sikap Pemerintah Indonesia bisa lebih tegas menghadapi berbagai provokasi Malaysia. Hanya saja, materi dan artikulasi pidato SBY terkesan datar dan lembek.

Semakin ironis, sehari setelah pidato itu, Deputi Menlu Malaysia, Richard Riot justru mengancam akan membawa masalah perbatasan Indonesia-Malaysia ke International Court of Justice.

Apa yang sebenarnya terjadi sehingga Malaysia terkesan sangat percaya diri, dan sebaliknya Pemerintah Indonesia tampak lembek dalam menghadapi setiap provokasi negara jiran tersebut?

Mantan KASAD, Tyasno Sudarto, tidak menampik ada pihak ketiga yang menekan Indonesia dengan menggunakan Malaysia. Indonesia telah dijepit aliansi Inggris raya, yakni, Malaysia, Singapura, dan Australia. Papua Nugini juga menjadi antek aliansi ini, termasuk Timor Leste.

Secara umum, kepentingan pihak ketiga adalah untuk mengincar wilayah Indonesia. Tyasno menambahkan, Indonesia memiliki geopolitik dan geostrategi yang sangat penting bagi dunia. Selain kekayaan alam, pulau-pulau di negara ini sangat strategis dijadikan pangkalan militer.

Salah satu isu menonjol yang kemudian dikedepankan, adalah persoalan batas wilayah. Berdasarkan hukum internasional, Indonesia adalah negara kepulauan, dimana batas negara ditentukan dengan membuat garis pangkal di pulau-pulau terluar.

Di sisi lain, negara tetangga seperti Malaysia, Australia dan Papua Nugini adalah bukan negara kepulauan. Mereka tidak bisa menggunakan konsep batas wilayah (berdasarkan maritim) untuk menentukan batas negara. Tapi mengapa justru mereka selalu mempersoalkan batas wilayah maritim tersebut? Setidaknya, ada beberapa batas wilayah yang masih disoal: klaim di atas wilayah Pulau Bintan dan Pulau Johor, Pulau Natuna Selatan, dan Selat Sulawesi.

Sementara itu, terkait selat Malaka, isu aktual yang berkembang adalah teroris maritim. Isu ini mengemuka di perairan Selat Malaka, setelah penangkapan “teroris Aceh”, Maret 2010. Anehnya sinyalemen itu dilontarkan AL Singapura, bahwa kelompok teroris sedang merencanakan serangan terhadap kapal-kapal tangki dan kapal-kapal besar lain di Selat Malaka.

Hal itu sinkron dengan indikasi Internasional Maritime Bureau (IMB) yang telah mendorong Singapura dan Malaysia memblow-up aksi perompakan kelompok teroris asal Aceh di Selat Malaka. IMB yang bermarkas di London, tidak lain kaki tangan Inggris. Tidak menutup kemungkinan isu ini sengaja diarahkan untuk memojokkan Indonesia. Diplomasi RI-Malaysia, Terjepit Aliansi Inggris Raya.

Rabu, 11 Agustus 2010

SOA, Kroasia

SOA atau Sigurnosno Obavjestajna Agencija, adalah Badan intelijen Republik Kroasia. Badan intelijen ini didirikan pada 2006 setelah diberlakukannya the Scurity and Intelligence System of the Republic of Croatia Act atau sejak dikombinasikannya dua badan intelijen yang kini tidak beroperasi lagi, yaitu, Counterintelligence Agency (POA) dan the Intelligence Agency (OA). SOA dipimpin oleh seorang direktur yang diangkat oleh presiden.

Sebagai lembaga pemerintah di bidang keamanan, SOA bertanggungjawab untuk mengumpulkan, menganalisis, mengolah dan mengevaluasi data intelijen untuk keamanan nasional. Tugas ini ditujukan untuk mendeteksi dan mencegah kegiatan individu atau kelompok yang membahayakan konstitusi dan kedaulatan Kroasia.

Operasi intelijen yang dilakukan SOA diatur berdasarkan Strategi keamanan Nasional, Strategi Pertahanan, Panduan Tahunan untuk Keamanan dan Operasi Badan Intelijen serta beberapa undang-undang lain. Cakupan operasi intelijen SOA meliputi pencegahan dan penanggulangan: kegiatan yang bertujuan merusak struktur kekuasaan negara; kegiatan ekstrimis yang mengancam tatanan demokrasi dan HAM, kejahatan terorganisir yang mengancam keamanan dan ekonomi negara; kejahatan yang mengancam pejabat tinggi negara; juga kejahatan perang terhadap warga negara.

SOA juga melakukan kerjasama internasional dengan badan-badan intelijen asing dan lembaga lainnya. Bentuknya bisa berupa pertukaran informasi, peralatan atau operasi bersama.

Terkait dengan pengawasan terhadap SOA, dapat dikatakan badan intelijen Kroasia ini lebih maju. Pengawasan dilakukan secara bersama-sama oleh parlemen, ahli dan masyarakat, disebut sebagai tiga tingkatan pengawasan.

Parlemen mengawasi melalui komisi bidang keamanan nasional. Para ahli mengawasi melalui dewan keamanan nasional. Publik mengawasi melalui the Civilian Oversight of Security and Intelligence Agencies. Jumlah anggota lembaga pengawasan sipil ini enam orang yang merepresentasikan sebagai wakil masyarakat dari berbagai bidang.

Selain pengawasan oleh pihak eksternal, SOA juga memliki pengawasan internal. Pengawasan internal dilakukan untuk mencegah kegiatan-kegiatan ilegal staf dan agen SOA, termasuk penyalagunaan kekuasan atau data.

Di bawah pemerintahan Presiden IVO Josipovic yang memenangi pemilu presiden 2010, SOA menjadi tulang punggung keamanan Kroasia dalam melancarkan perang terhadap kejahatan terorganisir. Hal ini tidak terlepas dari janji kampanye sang presiden yang bertekad membebaskan Kroasia dari berbagai bentuk kejahatan terorganisir yang banyak mengancam keamanan dan ekonomi negaranya.

Sejak berdirinya SOA memang sudah dihadapkan dengan agenda besar, perang melawan teroris dan kejahatan internasional. Salah satu kelompok yang ditakutkan oleh SOA adalah kelompok wahabis yang dianggap mengajarkan paham radikalisme.

Senin, 09 Agustus 2010

Diplomasi ASEAN, RI Tak Bergigi

Pada 8 Agustus, ASEAN menginjak usia yang ke-43. Seiring kematangan usianya tersebut, tantangan yang dihadapi organisasi negara-negara sekawasan di Asia Tenggara ini terlihat semakin besar.

Dalam lingkup internal, beberapa persoalan lama masih belum dapat terseleseikan dengan tuntas, misalnya, isu perbatasan di antara beberapa negara anggotanya. Soal lain, menyangkut persaingan ekonomi. Didalamnya termasuk soal perdagangan ilegal, pencurian kekayaan alam dan penyelundupan tenaga kerja.

Potensi persoalan internal yang lebih aktual, menyangkut isu global terorisme. Beberapa (bahkan dapat dikatakan sebagian besar) negara di kawasan ASEAN menjadi basis pergerakan dan aksi terorisme.

Kita tengok, Indonesia, yang menjadi basis pergerakan sekaligus sasaran aksi. Kemudian, Malaysia, yang di antara warganya menjadi gembong teroris. Filipina, salah satu wilayahnya (Filipina Selatan) menjadi medan pelatihan kelompok Islam radikal. Demikian juga dengan Thailand yang menjadi salah satu basis pelarian kelompok teroris. Sedangkan, Singapura, yang menjadi simbol “kapitalisme” di ASEAN tak luput dari berbagai ancaman aksi terorisme. Dari negara ini juga diduga ada jejak jaringan kelompok teroris yang bergerak di beberapa negara sasaran aksi teror.

Dalam lingkup eksternal, persoalan keamanan dan kedaulatan kawasan ASEAN saat ini sedang diuji. Adanya persaingan kepentingan ekonomi, politik dan ideologi antara AS dan Cina yang begitu gencar dalam satu dasawarsa terakhir ini, memposisikan ASEAN sebagai salah satu kawasan perebutan.

Kawasan ASEAN dibidik, tentu saja terkait dengan faktor sumber daya alam dan potensi pasarnya yang sangat besar. Selain itu, yang tidak kalah penting, adalah menyangkut pengamanan kepentingan AS dan Cina melalui peran negara-negara ASEAN. AS dan Cina ingin “mengusai” ASEAN untuk mengamankan kepentingan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.

Tidak dapat dipungkiri, melalui dua jalur laut tersebut, AS maupun Cina memiliki kepentingan yang besar atas lancarnya pasokan minyak dan sebagian besar kepentingan perdagangannya. Tidak heran jika pada akhirnya muncul perebutan pengaruh di antara kedua negara di wilayah ASEAN.

Sejauh ini, Cina sangat gencar merangkul Indonesia dan Malaysia untuk membendung pengaruh AS. Sementara, negara ASEAN lainnya, khususnya Singapura dan Filipina kurang disukai Cina karena dianggap lebih dekat ke AS.

Perebutan pengaruh juga dilakukan oleh Australia di ASEAN. Melalui PM-nya yang baru, Pemerintah Australia menawarkan bantuan ekonomi dan tehnologi pertahanan untuk membendung para imigran gelap yang banyak masuk ke negaranya melalui negara-negara ASEAN. Selain karena kepentingan nasionalnya untuk menjaga keamanan negaranya, sangat mungkin, yang dilakukan Australia ini berkaitan dengan strategi AS untuk memperbesar langkah-langkahnya membendung pengaruh Cina. Australia, selama ini dikenal sebagai polisi AS di kawasan Asia-Pasifik.

Negara-negara anggota ASEAN bukannya tidak menyadari berbagai tantangan tersebut. Beberapa pertemuan tingkat menteri dan kepala pemerintahan digelar untuk meresponnya. Sayang, berbagai kesepakatan dan kerjasama banyak terpengaruh (dimanfaatkan) oleh AS maupun Cina: Treaty of Amity and Cooperation (TAC) untuk perang terhadap terorisme; Declaration of Parties in the South China Sea (DOC) terkait lintas batas di Laut Cina Selatan.

Berbagai bantuan dan kerjasama oleh Cina maupun AS juga Australia pada akhirnya mengalir ke negara-negara ASEAN: dana, pelatihan dan tehnologi anti teror, kerjasama perdagangan bahkan pertahanan maritim. Hanya saja, semua bantuan itu berimbas pada meningkatnya pengaruh kedua negara di kawasan ASEAN, pemerintahan negara-negara ASEAN-pun akhirnya menjadi kurang mandiri dalam melaksanakan kerjasama itu. Dan yang perlu diwaspadai, kondisi itu dapat menciptakan konflik baru di kawasan.

Jika dimasa lalu, beberapa negara ASEAN pernah menjadi kekuatan penting (melalui diplomasinya yang berwibawa dan mandiri) bagi ASEAN dan kawasan regional lain, saat ini dikhawatirkan hanya sebagai “bemper” kepentingan negara-negara besar.

Khusus bagi Indonesia, kondisinya juga tidak jauh beda. Meski tetap diakui sebagai negara penting dan berpengaruh di ASEAN, kenyataannya, dalam diplomasinya di ASEAN, RI Tak Bergigi! Dalam kasus-kasus perbatasan dengan Malaysia, perdagangan gelap, pencurian SDA dan kasus-kasus tenaga kerja, pemerintah tidak pernah bisa tegas. Demikian pula terkait pengaruh kepentingan Cina maupun AS di ASEAN dan Indonesia sendiri, pemerintah negara ini lebih senang menjadi bemper dengan imbalan bantuan tertentu.

Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Isu terorisme tetap menjadi perhatian utama Pemerintah Indonesia. Pada 16 Juli lalu Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomer 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

BNPT menjadi lembaga non-kementerian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Menkopolhukam. Selain Polri, TNI dan kementrian di bawah Kemenkopolhukam, beberapa kementrian lain, seperti, Deplu, Depdiknas, Depsos, Depag dilibatkan juga dalam badan ini. Sedangkan di luar unsur pemerintah, ada perguruan tinggi, ormas, LSM dan tokoh agama.

Pertimbangan yang medasari terbitnya Perpres ini, bahwa, terorisme, masih menjadi ancaman nyata dan serius yang setiap saat dapat membahayakan keamanan bangsa dan negara. Terorisme juga disebutkan sebagai kejahatan kemanusiaan yang bersifat lintas negara, terorganisasi dan mempunyai jaringan luas, serta mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional, sehingga diperlukan penanganan secara terpusat, terpadu, dan terkoordinasi.

Dalam konteks penanganan yang terpusat, terpadu dan terkoordinasi itulah, BNPT dibentuk. Lembaga yang merupakan peningkatan kapasitas Desk Anti Teror yang sudah ada sebelumnya ini, bertugas menyusun kebijakan nasional, mengkoordinasi instansi pemerintah terkait dan melaksanakan kebijakan penanggulangan terorisme.

Yang menarik, adalah dengan dilibatkannya banyak unsur dalam BNPT. Pada satu sisi, hal ini memungkinkan penanganan terorisme menjadi lebih komprehensif. Tetapi, pada sisi lain, berpotensi mengurangi peran Polri yang selama ini (melalui satuan khusus anti terornya, Densus 88) menjadi garda depan penanganan terorisme.

Beberapa kritikan langsung berhamburan terhadap terbentuknya badan baru ini. Dikatakan,yang terutama, adalah akan terjadi tumpang tindih kewenangan dan munculnya gengsi antar lembaga. Antara Polri dan TNI, misalnya. Atau di antara unsur kementerian yang terlibat.

Sabtu, 24 Juli 2010

Perang ekonomi

Selain agresi militer, sesungguhnya ada perang lain yang bisa berlangsung tenang dan tetap mematikan, yakni perang ekonomi. Kita tidak mudah memahami bahwa perang yang tenang semacam itu sesungguhnya juga memiliki kekuatan yang sama mengerikannya dengan perang militer.

Bahkan, dibandingkan dengan perang militer, perang ekonomi yang tidak gegap gempita juga mengabarkan sisi muram pembunuhan manusia dengan cara yang bisa jadi lebih menyedihkan.

Peperangan dilancarkan untuk menghancurkan musuh tanpa meletuskan sebutir peluru pun. Di tingkat yang paling ekstrem, perang ekonomi menunjukkan daya hancur yang tak ubahnya bom nuklir: melemahkan rakyat dan melumpuhkan infrastruktur.

Dari mulai cara yang paling halus digunakan untuk melanvarkan peperangan ekonomi, ketika negara-negara di sekitar kita mempersiapkan benteng pertahanan ekonominya, negeri ini malah sibuk menghacurkan benteng ekonomi yang telah dibangun dengan susah payah oleh pemimpin terdahulu.

Skenario adu domba dan mencari kambing hitam masih saja terus terjadi, tidak jelas apa yang akan dilakukan. Semua berdiri di atas kebenaran yang naif.

Minggu, 18 Juli 2010

Akhirnya "naga" cina betul betul melilit Garuda

Mungkin judul diatas terlalu Provokatif bagi sekelompok orang yang mengetahui tentang permainan ekonomi ini, tetapi itulah kenyataan sekarang. Bak sebuah Grand Disain yang mulai terkuak tetang MOU ACFTA yang di sepakati oleh beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia.

Disini yang kita bahas adalah cuma indonesia dan bukan negara yang di sekitar kita. Pada awal-awal ACFTA di ini kumandangkan sudah mengundang pro dan kontra tentang bakal hancurnya sistem perekonomian indonesia terutama industri dasar yang banya menggunakan tenaga kerja padat karaya.

Ntah terlibat dalam skenario apa tidak, pemerintah lewat mentri perdagangan sangat gencar meyakinkan kalangan industri dan pengusaha bahwa ACFTA ini akn menguntungkan hubungan Indonesia dengan China.

Tak hanya itu, dari hasil pantau ada beberapa media yang sangat gencar mengkampanyekan bahawa ACFTA sanagt menguntungkan dan tidak merugikan, beberapa MEDIA MASSA yang dari Januari sampai kira-kira maret, lewat tulisan dan analisa sangat gencar mengkampanyekan keuntungan perdagangan Indonesia-China.

Beberapa topik seperti usaha batik,tekstil dan beberapa komoditi yang dianggap aman. seperti ada yang mengatusr bahwa hubungan perdangan ini akan aman dang menguntungkan Indonesia.

Kenyataannya sekarang ketika pemerintah Indonesia menaikan tarif listrik untuk industri, yang akhirnya membuat industri kita megap-megap karena pasti akan menaikan ongkos produksi.

Dan bukan tidak mungkin perusahan tutup,dan memilih menjadi importir barang-barang dari China yang murah meriah.

jadi bisa dibayangkan tenaga kerja produktif kita Hancur hanya gara-gara pemerintah bermain dengan konspirasinya. Dapat dibayangkan jika buruh-buruh perempuan akan menjadi PELACUR demi mempertahankan hidupnya, Buruh laki-laki akan menjadi RAMPOK demi Hidupnya,anak-anak mereka akan kembali kejalan dan menjalani TRAFIKING.

Dapat dibayangkan bagaimana Operasi Intelijen China yang menggerakkan agen-agen Diasporanya untuk keuntungan negaranya.

Cukup wajar bila banyak orang takut. Selama dua tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia-Cina telah bernilai negatif. Selain itu, sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari bahwa barang Cina telah membanjiri pasar dalam negeri. Cukup banyak pengusaha pun telah menyatakan kesulitannya untuk bersaing dengan produk-produk murah Cina dan beberapa ahli telah memperkirakan hilangnya ratusan ribu pekerjaan karena banyak perusahaan akan gulung tikar karena kalah dalam persaingan.

Semua kondisi ini terlihat sangat menyudutkan Indonesia, apalagi ketika dihadapkan dengan ACFTA. Namun, seperti apa sebenarnya pola perdagangan yang terjadi dengan China?

Data perdagangan yang ditunjukkan oleh komisi perdagangan PBB ternyata cukup mengejutkan. Berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa Ekspor Indonesia ke China utamanya adalah bahan mentah, ternyata porsi terbesar ekspor Indonesia ke China adalah barang konsumsi (tahun 2008: 35,5% dari ekspor Indonesia-Cina), lalu di tempat kedua adalah bahan mentah (tahun 2008: 31,7% dari total ekspor Indonesia-China), dan di tempat ketiga adalah barang setengah jadi (tahun 2008: 28% dari total ekspor Indonesia-China).

Selain itu, juga berlawanan dengan kepercayaan umum bahwa impor Indonesia dari Cina adalah barang konsumsi sehingga industri pengolahan akan mati, ternyata impor utama Indonesia dari Cina adalah barang modal (tahun 2008: 43,3% dari total impor Indonesia dari China), lalu di tempat kedua adalah barang setengah jadi (tahun 2008: 35,5% dari total impor Indonesia dari China) dan baru di tempat ketiga lah barang konsumsi (tahun 2008: 14,7% dari total impor Indonesia dari China.

Tak dapat di pungkiri bahwa sekarang Naga China Betul-Betul Melilit Garuda Yang secara Politik negerinya surat carut marut.

Selasa, 06 Juli 2010

Sengkarut BI

BI sejatinya memiliki independensi kuat untuk untuk memutuskan dan menjalankan kebijakan moneternya, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Tapi dalam prakteknya, BI dapat dikatakan gagal dalam melaksanakan independensinya.

Terbukti, banyak skandal yang menyertai perjalanan bank sentral ini: kasus korupsi, kasus suap juga kebijakan-kebijakan penalangan keuangan yang dianggap merugikan rakyat. Disinyalir, ada intervensi kekuatan politik nasional, terutama dari partai berkuasa dalam berbagai skandal tersebut.

Upaya pelimpahan fungsi pengawasan BI kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang seharusnya terbentuk pada 2002 sebagaimana diisyaratkan oleh UU No 23/1999, terganjal. Dalam UU BI yang baru (UU No 3/2004) justru ketentuan pengalihan pengawasan bank dari BI kepada pihak lain diperlemah. Sejumlah pihak memandang pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang dalam perjalanannya turut bertanggung jawab dalam kasus bailout Bank Century, adalah sebagai upaya mempertahankan status quo BI sehingga tetap “mudah” diintervensi.

Bukan itu saja, selama sepuluh tahun terakhir, sangat terasa bahwa kebijakan BI sesungguhnya juga telah diintervensi terlalu jauh oleh pihak asing. Sejak negeri ini dilanda krisis ekonomi pada 1997, bayang-bayang IMF begitu kuat dalam setiap kebijakan BI. Bahkan hal ini masih terasa hingga sekarang.

Konon, karena pengaruh IMF itulah, BI enggan mengeluarkan kebijakan perbankan yang mendukung pemberian kredit secara memadai pada sektor riil di Indonesia. Padahal sektor riil saat itu sangat membutuhkan kucuran dana dan di sisi lain BI memiliki dana parkir yang besar, 700 triliun rupiah.

Penandatanganan terakhir Letter of Intent (LoI) antara IMF dan Pemerintah Indonesia dilakukan pada Desember 2003. Setelah penandatanganan, pemerintah memperoleh pencairan pinjaman terakhir sekitar US$ 400 juta. Total pinjaman yang dikucurkan lembaga kreditor internasional tersebut sejak krisis hingga program terakhir sebesar US$ 13 juta!

LoI terakhir yang ditandatangi itu terkait kesanggupan Indonesia untuk melaporkan perkembangan program ekonomi yang telah dicapai. Juga menyertakan sisa pekerjaan yang harus dirampungkan: penyehatan perbankan oleh BPPN, privatisasi BUMN, disiplin fiskal dan kestabilan moneter.

Meski pada 2003, Indonesia telah memutuskan mengakhiri program IMF, namun itu dengan konsekuensi. Mulai 2004 IMF mengawasi pemerintah melalui “post program monitoring”. Pengawasan ini berlangsung hingga hutang Pemerintah Indonesia kepada IMF lunas.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir, bahkan beberapa tahun sesudahnya, BI tidak kuasa melaksanakan independensinya. Kekuasaan dan pihak asing telah membuat sengkarut Bank Indonesi

TNI dan Hak Pilih dalam Pemilu

Wacana pengembalian hak pilih anggota TNI dalam pemilu kembali mengemuka. Dalam beberapa kesempatan, pihak TNI sendiri menyatakan bahwa persoalan ini terus menjadi bahan pembahasan dan pengkajian di internal institusinya.

Presiden SBY ketika berdialog dengan wartawan di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat 18 Juni kemarin, memberikan sinyal positif. Menurut Presiden, keikutsertaan prajurit TNI dalam pemilu akan ditentukan oleh undang-undang. Menjadi tugas DPR dan Pemerintah untuk membuat undang-undang ini, tentu dengan memperhatikan aspirasi masyarakat.

Masih menurut Presiden, Indonesia memang masih menyimpan kekhawatiran masa lalu, bahwa TNI akan terpecah jika harus mengikuti pemilu. Potensi perpecahan ini berbahaya karena tentara memegang senjata. Dalam kerangka hak asasi, di negara-negara lain tentara memiliki hak memilih dalam pemilu.

Menanggapi wacana dan pandangan Presiden SBY tersebut, beberapa kalangan memberikan pendapat beragam. Sebagian memberikan dukungan, sebagian lain masih menolak. Ada juga yang berpendapat moderat dengan mengembalikan kepada kesiapan TNI sendiri. Sementara yang berpendapat kritis, masih menuntut tanggung jawab TNI dalam mereformasi total dirinya sebelum diberikan hak pilihnya dan itupun lebih baik secara bertahap.

Wacana pengembalian hak pilih TNI kali ini, bisa jadi akan memperoleh respon lebih konkrit baik dari TNI sendiri, Pemerintah maupun DPR karena sebenarnya sudah menggelinding sejak 2002. Menurut anda, apakah TNI memang perlu memiliki hak pilih dalam pemilu?

Sabtu, 12 Juni 2010

Brain

Dalam tiga tahun terakhir, jumlah dosen Indonesia yang bekerja di Malaysia terus meningkat. Menurut data ILRAM, saat ini terdapat ratusan dosen Indonesia yang mengajar di berbagai univeritas di negeri jiran tersebut. Perkembangan industri pendidikan di Malaysia, fasilitas dan lebih baiknya perolehan kesejahteraan, sudah pasti menjadi fakta obyektif yang mendorong para profesional keilmuan tersebut keluar dari Indonesia.
Malaysia memang terus memantapkan diri, dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya melalui pendidikan yang profesional. Itulah sebabnya, Pemerintah Malaysia juga sangat terbuka menerima kedatangan para dosen Indonesia untuk mengajar di lingkungan pendidikan negaranya. Terbukti, beberapa penghargaan diberikan di antara para dosen terbaik asal Indonesia tersebut.

Fenomena eksodusnya para ilmuan Indonesia ke luar negeri sebenarnya tidak hanya terjadi di Malaysia. Singapura, juga menjadi surga bagi ilmuwan Indonesia yang berpotensi. Sejumlah universitas publik di negara ini secara agresif mengiming-imingi siswa brilian Indonesia dengan memberikan berbagai kemudahan: subsidi pemerintah, ikatan kerja, beasiswa hingga pinjaman biaya kuliah.

Bahkan sejak pelajar belia SDM Indonesia sudah dibidik Singapura. Misalnya, pemerintah Singapura mengincar anggota Tim Olympiade Fisika Indonesia dan Tim Olympiade Kimia Indoneisa dengan menawarkan beasiswa. Alhasil alumni TOFI dan TOKI masuk diberbagai universitas terkemuka di Singapura. Kabarnya, negara kota tersebut berambisi merekrut 150.000 mahasiswa asing hingga tahun 2015. Dan Indonesia menyumbangkan 300-400 siswa cerdas setiap tahunnya.

Secara politis, akademisi atau intelektual Indonesia yang mengambil posisi berseberangan dengan penguasa, juga menjadi incaran negara-negara lain. Australia menjadi salah satu negara yang terbuka menerima kelompok intelektual ini di universitas-universitas terkemukannya.
Skenario brain dain (istilah untuk eksodusnya ilmuwan suatu negara ke negara lain) juga bisa terjadi berhimpitan dengan persoalan politik yang berpotensi memunculkan kekacauan politik di Indonesia.

Kasus Sri Mulyani, menurut sumber INTELIJEN merupakan strategi negara kapitalis untuk Indonesia. Bank Dunia dan negara besar khawatir kekacauan politik akan meledak di Indonesia mengiringi terbongkarnya beberapa skandal. Untuk itu ditawarkan “jalan keluar” dengan meminta Sri Mulyani keluar dari Indonesia.
“Orang yang tidak tahu skenario intelijen merasa bangga Sri Mulyani ditarik ke Bank Dunia. Tetapi dari sisi intelijen, hal itu merupakan petaka. Asing hanya melihat kepentingan pasar dan investasi di Indonesia, sementara risiko politik ditanggung pihak Indonesia”, kata sumber itu.

Terlepas dari persoalan Sri Mulyani, Andi Widjayanto, memiliki pernyataan menarik. Pengamat intelijen dari UI ini melihat adanya pelemahan secara sistematis terhadap Indonesia melalui skenario brain dain. Eksodus ilmuwan Indonesia, sekedar obral otak anak negeri?

Senin, 07 Juni 2010

Insiden Mavi Marmara dan Perkembangan Sikap Mesir dan Turki

Penembakan kapal Mavi Marmara yang sedang menuju pantai Gaza Palestina oleh tentara Israel akhir Mei lalu, kembali memunculkan reaksi luas dunia. Kapal ini mengangkut sekitar 750 aktifis dari lebih 50 negara dan bantuan kemanusiaan di bawah koordinasi Insani Yardim Vakfi atau IHH Turki. Belasan penumpang kapal diperkirakan tewas dan puluhan mengalami luka-luka akibat penembakan ini.

Pihak Israel menyatakan, penembakan dilakukan karena kapal tidak mematuhi aturan untuk mendaratkan bantuan di wilayah Israel dan baru kemudian dikirim lewat darat ke Gaza. Sebaliknya, pengorganisasi misi kemanusiaan berpendapat bahwa keberadaannya adalah di wilayah laut internasional dan bisa langsung menuju Gaza Palestina untuk menurunkan bantuannya.

Liga Arab mengecam aksi kekerasan Israel tersebut dan menyebutnya sebagai kejahatan. Organisasi negara-negara di kawasan Timur Tengah ini menyatakan siap menindaklanjuti dengan sikap berikutnya. Uni Eropa juga bereaksi dengan menyesalkan jatuhnya korban. Inggris dan Perancis bahkan secara tegas menyerukan dibentuknya tim investigasi dan penyelidikan internasional atas jatuhnya korban.

Yang menarik adalah reaksi dari Mesir dan Turki yang sebelumnya memiliki hubungan khusus dengan Israel. Kedua negara ini merupakan negara yang cukup berpengaruh di kawasan Timur Tengah.

Mesir yang pasca serangan Israel ke Gaza pada akhir 2008 ikut memblokade wilayah Palestina yang dikuasai pejuang Hamas ini, akhirnya membuka kembali akses perbatasannya. Turki bersikap lebih keras lagi. Negara yang wilayahnya masuk Asia dan Eropa ini, menyatakan akan terus mengejar pertanggungjawaban Israel dan mengancam akan meninjau ulang hubungan bilateralnya dengan Israel.

Menurut anda, apakah perkembangan sikap Mesir dan Turki terhadap Israel ini, akan berpengaruh dan dapat mengubah peta politik di Timur Tengah terkait penyeleseian konflik Israel-Palestina, setidaknya untuk menekan Israel?

Senin, 31 Mei 2010

Akhirnya gugatan Mastur Taher kandas


Akhirnya gugatan Mastur Taher dan Raja Ali Akbar (Mataraja) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru kandas. Setelah, hakim tunggal PTUN membacakan putusannya, yang menyatakan gugatan Mataraja, terkait dianulirnya dari pencalonan sebagai peserta Pemilukada 2010 oleh Komisi Pemiliahn Umum Daerah (KPUD) Bintan di tolak, Senin (31/5).
Menanggapi keputusan tersebut Mastur Taher yang diminta tanggapanya secara terpisah melalui ponselnya,  Mengatakan, sudah menebak sejak awal, kalau pihak pengadilan akan menolak gugatan yang diajukan tersebut.
“Kita sudah bisa menebak, seak awal kalau gugatan kita bakal mentah, apalagi setelah putusan sela yang sempat dikeluarkan beberapa waktu lalu di cabut, tidak lama dari dikeluarkan oleh pengadilan. Ya, kita semua bisa mengerti hukum di Indonesia hingga saat ini,” ujar Mastur.
Namun menurut Mastur, walau pun pada PTUN dirinya dinyatakan kalah, tidak akan berputusasa dan akan menempuh jalur hukum selanjutnya, selagi peluang tersebut masih ada. “Kita akan tetap melakukan upaya hukum, walau pun sudah dinyatakan kalah di PTUN,” katanya.
Sementara itu Kuasa hukum Mataraja Roder Nababan mengatakan, pihak Mataraja terkait dnegan kekalahannya di PTUN pecanbaru, dalam waktu dekat akan mengajukan Judical Review ke Mahkamah konsitusi (MK). “Kita dalam waktu dekat akan segera, mengajukan Judicial Review melalui MK,” ungkapnya.
Mengingat di Provisnsi Kepri permasalah keterlambatah syarat LHKPN, yang menjadikan alasan gugatan Mastur ditolak oleh PTUN. Justru ada yang terlambat lebih lama, namun para calon bisa di loloskan sebagai peserta Calon Kepa la Daerah (Cakada) oleh KPUD setempat.
“Di Kepri, justru ada yang terlambat lebih lama dalam memasukakan syarat LHKPN ke KPUD, namun bisa dinyatakan lolos oleh KPUD. Ini yang membuat aneh, karena aturan tidak merata, sehingga perlu dilakukan Judical review ke MK,”

Operasi Plumbat

Sejak awal pendiriannya, Israel sudah berpikir bahwa negaranya berada di tengah negara-negara tetangga yang berbahaya. Pemikiran “keterancaman negara” ini menjadi bagian penting semangat nasionalisme yang terus dikembangkan Israel sampai sekarang.
Itulah sebabnya, tidak mengherankan jika negara bangsa Yahudi itu berusaha membangun pertahanan negara yang kuat dan melebihi yang dilakukan negara-negara tetangganya, dengan cara apapun. Salah satu yang kemudian berhasil diungkap media, adalah upaya Israel untuk mengembangkan program senjata nuklir.

Persoalannya, Israel termasuk negara yang tidak memiliki cadangan uranium diwilayahnya. Dan kesulitannya lagi, dunia tidak melegalkan adanya perdagangan bahan utama pembuat senjata nuklir tersebut.

Operasi Plumbat, menjadi cerita sukses Israel dalam usahanya “mendatangkan” uranium ke negaranya. Operasi ini dilakukan melalui pelayaran rahasia kapal Scheersberg milik perusahaan kimia Asmara Chemie, Jerman Barat.

Perusahaan kimia Asmara Chemie berperan penting dalam operasi itu. Hal ini terjadi setelah pemilik Asmara Chemie diundang ke Israel. Hasil pertemuan, perusahaan ini bersedia menyuplai bahan kimia ke Israel.

Pada 1968, Asmara Chemie menyodorkan proposal kepada Perwakilan Keamanan Nuklir Eropa (Eurotom) untuk membeli uranium dari Societe Generale des Mineral (SGM), perusahaan Belgia yang memiliki hak pengelolaan uranium Eropa. SGM tidak terlalu mempedulikan aturan Eurotom, yang terpenting Asmara Chemie dapat membayar.

Asmara Chemie kemudian dapat melakukan transaksi dengan SGM. Meskipun demikian tidak mudah bagi perusahaan (yang pemiliknya ternyata seorang Yahudi berkebangsaan Jerman) untuk mengirim uranium tersebut ke Israel. Disinilah operasi pelayaran rahasia kemudian dilakukan. Kapal Scheersberg merapat secara rahasia dengan kapal barang Israel di meditarania Timur, dan uranium berpindah secara cepat, bahkan tanpa sepengetahuan kapten dan kru kapal.

Operasi yang dipimpin Zwi Zamir ini berlangsung sampai 1976. Cerita ini bocor ke Majalah Time. Para pejabat Eurotom setelah terdesak oleh banyak pertanyaan publik mengakui bahwa 200 ton uranium telah “hilang” di laut lepas dengan nama pembelinya perusahaan Asmara Chemie

Minggu, 30 Mei 2010

Sepahit apapun keputusan PTUN, Mastur tak akan berhenti berjuang

Sepahit apapun keputusan yang akan di berikan oleh PTUN pekanbaru terhadap Gugatan pasangan calon Bupati Mastur Taher dan wakil Bupati Raja Ali Akbar (Mataraja) pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Bintan terkait dianulir dari pencalonan mereka tidak akan berhenti berjuang. Terkait dianulirnya dari pencalonan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), hampir finish.
Berdasarkan jadwal direncanakan senin (31/5) pengadilan PTUN akan segera memberikan keputusannya.Hal ini ditegaskan oleh mastur Taher, menurutnya berdasarkan jadwal pada hari ini, pengadilan PTUN pekanbaru sudah akan memberikan keputusan terkait gugatan Mataraja, di PTUN terkait dianulirnya dari pencalonan sebagai pasangan calkon Bupati dan wakil Bupati pada Pemilukada Bintan 2010.
“Rencananya besok, kita sudah mendengarkan hasil putusan dari Pengadilan TUN Pekabaru. Apa pun keputusan yang dikeluarkan oleh hakim tunggal yang memimpin siudang tentunya harus klita terima dan hormati,” ujar Mastur kepada wartawan Dikatakan, sebagai masyarakat semua harus mentaati putusan pengadilan nantinya, bagi Mataraja, pahit seklai pun putusan memang harus diterima, walaupun semua berharap pengadilan bisa memutuskan seadil-adil terkait gugatan Mataraja.
Tetapi kata Mastur, apa pun hasil yang diputuskan oleh PTUN, pihak Mataraja akan terus berjuang untuk menuntut keadilan hingga semaksimal mungkin, sesuai dengan jalur hukum yang berlaku di Indonesia. “Perjuangan Mataraja, tidak akan berhenti, tetapi akan terus melakukan upaya hukum. Apa yang diputuskan oleh pengadilan nantinya,” tegasnya.
Dijelaskan Mastur, pada saat pembacaan putusan dari PTUN Pekanbaru, apa bila sesuai dengan rencana, pada (31/5). Maka dirinya tidak akan menghadirinya, mengingat pengacara dan tim suksesnya sudah ada di Pekanbaru. “Rencananya, saya tidak berangkat ke Pekabaru, terkait dengan pembacaan putusan TUN tersebut, karena kita sudah mengutus pengacara dan tim sukses untuk menghadirinya,” ucap Mastur.
Namun menurutnya, yang paling penting harapan dari Mataraja dan Tim Sukses serta para pendukung lainnya, hakim yang memutuskan gugatannya bisa memberikan keputusan yang seadil-adilnya, dan terlepas dari ada tekanan apa pun dan dari pihak manapun. “ Kita berharap agar hakim bis amemberikan keputusan yang seadil-adilnya, dan terlepas dari campur tangan dari luar,” katanya.

Jumat, 28 Mei 2010

Pidana Mati Bagi Koruptor


Dalam perjalanan penerapan pidana mati sebagai salah satu bentuk hukuman di Indonesia, ternyata baru dapat dilaksanakan bagi kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan terorisme, narkotika. Masyarakat Indonesia masih menunggu di terapkannya pidana mati bagi koruptor yang mencuri uang rakyat yang seharusnya diperuntukkan demi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengadilan Tipikor sebagai institusi yang berwenang mengadili perkara korupsi belum pernah menjatuhkan pidana mati bagi koruptor yang menyengsarakan rakyat banyak. Padahal dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi di katakan bahwa dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Keberanian aparat pro justitia dalam melakukan penegakan hukum bagi koruptor masih sebatas pada hukuman penjara seumur hidup dan uang pengganti. Jika kita menoleh ke Negara Cina yang telah berani menerapkan pidana mati bagi pejabat Negara yang melakukan korupsi serta hukuman tersebut dilakukan dimuka umum, maka akan memberikan efek jera bagi pejabat negara untuk melakukan hal yang sama lagi patut untuk ditiru oleh pengadilan Tipikor.

Korupsi di Indonesia menjadi permasalahan yang sangat pelik untuk dibasmi, sudah mengakarnya budaya korupsi di dalam darah pejabat negara menjadikan negara ini terpuruk kepada jurang kemiskinan dan kebodohan. Keberadaan hukum sebagai alat untuk mengontrol tidak berbanding lurus dengan implementasi penegakkan hukum di ruang persidangan. Hukum yang selayaknya harus dioperasionalisasikan dalam bentuk keputusan yang sejalan dengan rasa keadilan masyarakat masih saja dalam batas-batas wacana diskusi dan literatur di bangku pendidikan. Ketegasan dan taring hukum untuk menutup ruang gerak bagi pejabat negara melakukan korupsi juga senantiasa bisa dikompromikan dalam bentuk mafia kasus maupun mafia peradilan.

Kedigdayaan hukum seakan runtuh oleh banyaknya rupiah dan dollar yang mengalir ke kantong-kantong aparat penegak hukum. Kekhawatiran hakim dalam menjatuhkan pidana mati kepada sang koruptor masih terbelenggu oleh birokrasi dan jaring-jaring koorporasi korupsi di tingkat pusat sampai dengan daerah. Ke-independensi-an aparat penegak hukum masih dapat di taklukkan oleh penggunaan kekuatan koersif pejabat negara yang berada dalam lingkaran level tertentu. Pada akhirnya supremasi hukum hanya akan menjadi sebuah political agreement dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kehadiran dan penerapan pidana mati dalam pemberantasan korupsi barangkali patut di coba sebagai upaya untuk menekan laju korupsi yang terjadi tidak hanya di pusat tapi juga di daerah. Banyaknya uang negara yang menguap merupakan bukti tumbuh suburnya budaya korupsi di tengah masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi mulai dari himbauan, slogan, pelatihan, pendidikan, namun kesemua hal tersebut belum mampu untuk menggugah kesadaran para pelaku korupsi. System of thought dari aparatur negara yang masih menjadikan hukum sebagai suatu barang dagangan yang dapat diperjual belikan justru memperlancar transaksi tersebut. Kewibawaan hukum yang terwujud dalam putusan hakim tidak mampu untuk membuat gentar pejuang-pejuang korupsi sehingga sudah sangat dibutuhkan algojo yang tidak pandang bulu untuk menjatuhkan pidana mati kepada koruptor agar dapat memberikan efek jera dan ketakutan bagi para koruptor untuk melakukan korupsi.

Kamis, 27 Mei 2010

Teroris Ada karena Polisi Lemah

Judul Di atas adalah suatu kenyataan yang tidak dapat kita pungkiri. Sejak persoalan keamanan di republik ini masuk dalam domain kepolisian ternyata menimbulkan persoalan baru dalam persoalan keamanan itu sendiri.

Cerita ramainya teroris bila di pandang dari satu sudut, tak lepas dari salahnya sistem keamanan yang di kembangkan oleh polisi sendiri berpatokan hanya mengejar kuantitas personil untuk memenuhi porsi ideal polisi.

Bila kita melihat sedikit ke belakang tanpa sengaja melebihkan,kenapa pada masa lalu urusan keamanan selalu lebih cepat di tangani oleh pihak keamanan dalam hal ini aparat.

Melihat kasus teroris adalah sistem kejahatan teritorial. Mereka ada dan bergerak dalam masyarakat menengah ke bawah dan bukan masyarakat atas. Lemahnya sistem pengawasan menjadi pokok persolan utama.

BABINSA TNI sudah membuktikan kerja mereka untuk urusan teritorial yang mumpuni, ibaratnya pada jaman itu jarum yang jatuh ke dalam jerami bisa di deteksi.

Kemampuan BABINSA dalam memonitor kehidupan masyarakat patut di apresiasi, terlepas korps ini sering disalah gunakan oleh penguasa untuk menekan masyarakat itu sendiri.

Bila melihat hari ini seharusanya persolan Teroris tidak perlu terjadi dan dapat di cegah dalam masyarakat BILA BABINKAM POLRI mau bekerja dan tidak selalu mengambing hitamkan "KAMI KEKURANGAN PERSONIL",makan hal-hal yang ada dalam masayarakat bisa di cegah.

Sebab yang salah hari ya tetap saja Polisi karena memang lemah dan menjadikan Kejahatan teroris ini KOMODITI SHOW di Media Massa serta Jualan Ke Presiden.

Selasa, 25 Mei 2010

Diversifikasi Kerjasama Pertahanan Indonesia

Dalam bulan Mei ini, Pemerintah Indonesia telah melakukan pembicaraan penting bidang pertahanan dengan beberapa negara. Tiga negara besar dan maju, yakni, Jerman, Cina dan Amerika Serikat bersepakat memantapkan kerjasama pertahanan baik tehnis maupun strategis.

Dengan Pemerintah Jerman, melalui pertemuan pertama konsultasi dwipihak, pada 17 Mei 2010 lalu di Jakarta, disepakati setidaknya empat program: pertukaran informasi; penempatan perwira TNI AL di kapal perang Jerman; latihan bersama angkatan bersenjata; dan, perbaikan kapal selam.

Pada hari yang sama, melalui kunjungan Komandan Pasukan Khusus Komando Pasifik AS Laksamana Muda Sean A Pybus kepada Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, militer AS menyepakati tindak lanjut peningkatan kapasitas satuan khusus di lingkungan TNI. Dalam kesepakatan ini, memungkinkan militer AS membuka kembali latihan bersama dengan Kopassus.

Adapun dengan Pemerintah Cina, melalui kunjungan kehormatan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat Cina (Central Commission of The People Liberation Army/PLA) Jenderal Guo Boxing kepada Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Jakarta, pada 21 Mei 2010, disepakati pemantapan kerjasama pelatihan pilot-pilot jet tempur Sukhoi TNI AU.

Perkembangan tersebut, tentu saja menarik, yang menunjukkan adanya diversifikasi kerjasama pertahanan Indonesia. Menurut anda, apakah kebijakan ini akan menguntungkan kekuatan pertahanan dan kedaulatan Indonesia?

Asing incar “harta karun”, RI jual diri

Pelelangan harta karun yang diangkat dari perairan Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu, gagal. Rencana penjualan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) berupa 271 ribu item artefak senilai 720 miliar rupiah oleh Pemerintah Indonesia tersebut tidak mendapatkan satu pun peserta.

Momen ini, menarik untuk dicermati, yang mengingatkan adanya lebih banyak lagi persebaran harta karun serupa di perairan Indonesia. Badan Riset Departemen Kelautan dan Perikanan merilis data bahwa terdapat sekitar 463 titik lokasi yang diduga terdapat harta karun kapal yang karam sepanjang 1508-1878. Sejatinya ada puluhan ribu titik, namun yang sudah disurvey dan diteliti baru sekitar 463 titik. Diperkirakan, nilai harta karun itu mencapai Rp 1.600 triliun.

Tapi, apakah hanya karena nilai ekonomis itu pengangkatan BMKT dilakukan?

Disadari ataupun tidak, survey ataupun pengangkatan BMKT hampir selalu melibatkan pihak asing, khususnya dalam penyelaman bawah laut. Keterlibatan pihak asing sendiri telah memunculkan persoalan baru yang jauh lebih beresiko. Hal ini terkait minimnya pengawasan dan aturan penyelaman di wilayah perairan Indonesia.

Sumber menyebutkan sejumlah penelitian bawah laut sejatinya diarahkan untuk mengetahui potensi bawah laut Indonesia: peta bawah laut, potensi SDA dan bahkan mungkin ujungnya adalah hukum pembiasan. Di Indonesia pernah terjadi kasus itu, salah satunya operasi intelijen bersandi “Snellius”.

Sangat mungkin, nilai ekonomis harta karun BMKT hanya menjadi kedok bagi kepentingan lebih strategis pihak asing melalui survei dan pengangkatan benda-benda yang sarat nilai sejarah tersebut. Ironisnya, Pemerintah Indonesia terlihat lebih agresif mengejar nilai ekonomisnya. Asing incar “harta karun”, RI jual diri!